Penulis dalam Kepenulisan

Penulis dalam Kepenulisan

LPM Spirit - Mahasiswa
Minggu, 05 Mei 2019


Kepenulisan, literasi, atau apapun sebutannya itu, adalah sebuah jembatan bagi terbentuknya karakter, watak, dan juga pengetahuan. Kegiatan yang dilakukan dalam kepenulisan salah satunya adalah menulis. Salah satu arti menulis menurut KBBI adalah membuat huruf dengan pena; melahirkan pemikiran dan perasaan. Dalam hemat saya, setidaknya  ada tiga jenis pemikiran dari orang-orang terhadap kegiatan tulis-menulis yang berhubungan dengan arti kedua. Mari kita bahas di bawah.

Dari sebagian orang, menulis merupakan kegiatan wajib karena dianggap mengasyikkan. Dengan menulis mereka dapat mengeksplorasi ribuan bahkan jutaan ide, pengalaman, hingga pendapat orang lain untuk kemudian diolah menjadi sebuah karya tulisan. Baik itu dijadikan karya sastra macam puisi atau cerpen, ataupun karya nonsastra seperti artikel, opini, resensi, esai, bahkan karya ilmiah hasil penelitian.

Lalu sebagian lainnya yang kontra dengan pemikiran di atas menganggap menulis adalah kegiatan yang membosankan, menjengkelkan dan kadang berpikiran “Menulis hanya buang-buang waktu.” Anggapan tersebut muncul ketika seseorang mempunyai kebencian, trauma, ataupun tingkat kesibukan yang super-duper tinggi.

Namun beberapa orang tidak sependapat dengan kedua pemikiran tersebut. Mereka beranggapan bahwa, “Menulis boleh, tidak menulis pun, tidak apa-apa.” Mereka inilah yang saya sebut “Golongan Tengah” atau “Golongan Awangan”. Mereka adalah orang-orang yang tidak pernah konsisten dengan pekerjaannya, tak ada konsep, dan tak ada gagasan. Satu hari dia bisa menulis karya meskipun hanya satu, atau bahkan. Namun hari esoknya dengan situasi yang sama dia kehilangan arah dan tidak punya lagi semangat menulis. Nah, sebenarnya dari ketiga pemikiran di atas, manakah yang paling benar dan paling bisa dibenarkan?

Pada hakikatnya, menulis bukanlah keharusan, meski ada yang mewajibkan. Menulis bukanlah wanita cantik ataupun pria tampan, meski banyak yang jatuh cinta pada hasil tulisan. Menulis juga bukan pekerjaan yang bisa dijadikan sebagai ladang penghasilan, meskipun sebuah karya memang seharusnya perlu apresiasi (lebih dari sekedar terbit gratis), karena pasti sebuah karya tulis itu ditulis dengan usaha.

Menulis itu tentang perasaan, menulis itu tentang pulpen dan kertas, menulis itu tentang mengirim ke media dan diterbitkan. Itu semua adalah pendapat yang benar, tapi tidak sepenuhnya dapat dibenarkan. Menulis, ya, menulis. Tidak harus pakai perasaan, tidak harus menggunakan pulpen dan  kertas, dan tidak juga harus terbit di media.

Jadi semua pemikiran tentang menulis adalah benar dan dapat dibenarkan sesuai dengan pemikiran masing-masing orang. Nah kira-kira pembaca yang budiman ini masuk di golongan yang mana?

Jadi semua orang sebenarnya berhak dan boleh menulis, asalkan punya kemauan (meski cuma iseng) dan kesempatan (meski mencuri waktu). Entah itu anak TK, pelajar SD, SMP, SMA, Guru, Kyai, Mahasiswa, Santri, Jurnalis, Sastrawan, Reporter, Koruptor, Pejabat, Politikus, Narapidana, Petani, bahkan Pengemis dan segala jenis manusia lainnya. Semuanya punya hak dan kesempatan yang sama untuk menulis. Tapi satu hal yang harus selalu diingat adalah, bila ingin menjadi penulis yang hebat maka lebih dulu harus menjadi pembaca yang baik.

Lampung, April 2019



Imam Khoironi
Sekarang aktif di Organisasi Ikatan Pelajar NU Lampung.