Perjalanan Studi Banding, Perjalanan Don Quixote

Perjalanan Studi Banding, Perjalanan Don Quixote

LPM Spirit - Mahasiswa
Minggu, 14 April 2019

Beberapa pekan yang lalu, Badan Kelengkapan Mahasiswa tingkat Universitas bertolak ke Yogyakarta. Konon, selama dua hari di Kota Pendidikan itulah  pelaksanaan studi banding dengan tujuan dua kampus besar: Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dan Universitas Islam Indonesia (UII).

Mengapa dua kampus itu yang dijadikan acuan dan apa yang hendak dicapai dengan adanya studi banding ini?

Jailani, Presiden Mahasiswa UTM dalam evaluasi studi banding mengungkapkan bahwa studi banding ini diadakan di dua kampus yang tepat. Sebab, katanya, dua kampus itu memiliki ‘sistem pemerintahan’ yang tak sama dengan pemerintahan mahasiswa di UTM. Oleh karena itu, saat melakukan sambutan di UII ia berpesan pada seluruh hadirin, khususnya mahasiswa UTM untuk banyak mengambil manfaat dari kegiatan studi banding yang saat itu tengah berlangsung.

Secara subtansial, apabila tujuan studi banding adalah membandingkan tata kelola serta sistem pemerintahan mahasiswa yang dijalankan di dua kampus itu, maka itu sudah tepat. BEM, DPM, mungkin juga MKM dan para Gubernur bisa banyak belajar saat sesi diskusi. Tetapi bagaimana dengan UKM?

Beberapa UKM selalu mengeluhkan hal yang sama pada setiap tahunnya. Persoalan seperti tidak adanya UKM sejenis di kampus tujuan masih belum bisa diantisipasi sampai studi banding tahun ini. Seperti UKM Taruna Jaya yang membawahi enam cabang olah raga, di UNY mereka hanya bisa menemui dan berdiskusi dengan satu UKM yang berfokus pada satu cabang olah raga saja, yaitu bulu tangkis, selebihnya nihil.

Lebih parahnya, di UII perwakilan UKM tidak bisa bertemu dan berdiskusi dengan UKM UII. Panitia lepas tangan, itu tanggung jawab pihak UII, katanya. Pihak UII sendiri hanya bisa memohon maaf dan meminta pemakluman lantaran penyelenggaraan studi banding dinilai kurang tepat. Hari itu hari selasa, hari yang sibuk terlebih menjelang UTS sehingga tak bisa mendatangkan perwakilan UKM UII.

Selanjutnya UKM hanya ditemani BEM bagian Kreasi Mahasiswa (Krema) yang menanungi UKM di UII. Dan itu sangat tidak cukup bagi teman-teman UKM. Sebab Krema hanya mengetahui UKM dari kulit luar dan administratifnya saja. Hal-hal penting yang perlu didiskusikan semacam perosalan-persoalan yang tengah dihadapi, pengkaderan, manajemen, dan budaya organisasi UKM sama sekali tak diketahui dan memang tak ada sangkut pautnya dengan pihak luar –dalam hal ini BEM UII bagian Kreasi Mahasiswa. Terlebih UKM macam Lembaga Pers Mahasiswa dan Pecinta Alam merupakan organisasi khusus di UII yang berada di luar naungan Krema BEM UII. Bisa dibilang, di UII UKM hanya jalan-jalan, makan dan swafoto saja.

Jika sudah begini, manfaat kemudian menjadi sebuah konsep yang begitu sophis dan relatif. Harusnya, masalah semacam ini tidak perlu terulang lagi. Sebab hal semacam ini sudah dikupas dan dievaluasi oleh Lembaga Pers Mahasiswa Spirit Mahasiswa, setidaknya sejak dua edisi studi banding kemarin. Beberapa keluputan yang dibeberkan mulai dari tujuan yang tidak jelas, teknis yang kurang terencana, serta manfaat yang perlu dipertanyakan dalam konten yang digarap LPM SM itu, seharusnya bisa menjadi bahan untuk panitia menyiapkan kegiatan yang lebih matang agar tidak kembali jatuh ke dalam lubang yang sama.

Adapun di sisi yang lain, pelaksanaan studi banding dari tahun ke tahun selalu menyisakan perbincangan yang berujung pada satu diskursus usang mengenai perlu atau tidaknya kegiatan ini dilakukan. Di instagram, akun @gerakan_mahasiswa_utm mempropagandakan kalau kegiatan kemarin hanyalah kegiatan jalan-jalan kabinet berkedok studi banding. Dari sini kita dapat melihat betapa pro dan kontra perihal studi banding masih ada dan nyata. Bisa pula kita artikan kalau keberadaan akun tersebut merupakan puncak dari gunung es mengenai keresahan mahasiswa UTM terhadap manfaat studi banding yang masih dinilai menggantung.

Mungkin, Jailani dan ketua Badan Kelengkapan yang lain perlu melakukan sosialisasi kepada mahasiswa UTM secara umum mengenai penerapan dari kebijakan hasil studi banding. Entah apa itu. Karena seyogyanya, studi banding bukanlah kunjungan yang selanjutnya membandingkan satu konsep dengan konsep lainnya, lantas menentukan mana yang terbaik. Bukan seperti itu. Tetapi, studi banding adalah bagaimana dari perbandingan itu dapat disaring dan diambil inti sarinya untuk menelurkan satu konsep baru yang dinilai perlu diterapkan berdasar hasil diskusi dan pengalaman yang diperoleh. Jadi mari berdoa, semoga BEM, DPM, para Gubernur atau barangkali MKM memperoleh satu hal yang bisa bermanfaat dari studi banding untuk mahasiswa UTM yang lain. Mari berdoa agar studi banding kemarin bukanlah perjalanan macam petualangan Don Quixote yang hanya memanjakan imaji pribadi.


Kalaupun semisal doa kita ternyata tidak terkabul, ingatlah seorang bijak pernah berkata tak ada yang sia-sia di muka bumi. Ya, Semoga quote tersebut dapat menghibur hatimu dan hati perwakilan UKM yang kemarin terlanjur mengikuti kegiatan studi banding.


Sirajudin
Mahasiswa Program Studi Manajemen