Kendala Program Aplikasi E-book UTM dan Keberadaan Repository

Kendala Program Aplikasi E-book UTM dan Keberadaan Repository

LPM Spirit - Mahasiswa
Selasa, 23 Oktober 2018

Foto: Yul

WKUTM – Aplikasi KUBUKU yang menjadi program baru perpustakaan UTM dalam pengadaan e-book kini tidak dapat ditemukan di Play Store. Terkait masalah itu, Bondhan Endriawan selaku Pustakawan dan Pengurus E-book UTM menjelaskan bahwa masalah itu terletak pada kesalahan sistem seperti rendahnya rating. Selain itu, adanya beberapa konten yang rentan, semacam disedotnya data informasi pengguna juga ditengarai jadi penyebabnya.

”Sebenarnya, e-book UTM bukan berarti sudah tidak ada. Hanya saja KUBUKU E-library UTM mempunyai rating rendah di playstore yang menyebabkan server sistem secara otomatis terkunci, mungkin juga aplikasi mempunyai konten yang rentan, seperti menyedot data informasi pengguna,” jelasnya.

Bondhan juga menjelaskan kalau program e-book itu masih dalam tahap uji coba respon dari mahasiswa. Namun, dari sana ia juga mengungkapkan kalau e-book akan kembali diadakan pada 2019 mengingat data peminatnya cukup tinggi. Setidaknya ada 504 pengunjung dengan 152 pembaca yang sudah tercatat di data pihak perpustakaan.

“Sebenarnya,  di tahun ini e-book bagian dari uji coba respon mahasiswa terhadap buku digital. Melihat data dan pengguna yang banyak meskipun hanya tersedia 60 e-book saja, kami akan terus berlangganan e-book sehingga bisa digunakan di tahun mendatang,” ujarnya.

Hanin Dwi selaku Koordinator Pelayanan Perpustakaan tidak merasa keberatan dengan adanya e-book. Tapi ia menyarankan jika mahasiswa kurang puas terhadap buku digital, maka mahasiswa masih bisa membaca buku secara manual.

"Jika kurang puas terhadap e-book, bisa memilih buku. Karena buku akan tetap ada penambahan jumlah setiap tahun,” paparnya.

E-book atau Repository. Mana yang harusnya di dahulukan?

Repository merupakan kumpulan paket software dari distro-distro linux, yang dapat di akses melalui internet. Diharapkan dengan repository skripsi, tesis dan disertasi bisa diakses dengan mudah melalui intenet.

Bondhan yang berkaca pada kampus lain amat menyayangkan keputusan pihak rektorat yang mengutamakan launching e-book daripada repository. Ia memaparkan, repository merupakan hal yang penting agar penelitian bisa diakses berbagai pihak luar civitas akademika, yang nantinya juga berpengruh pada rating universitas.

”Jika kita membandingkan dengan kampus-kampus lain. Kita tertinggal jauh. Saya begitu menyanyangkan, mengapa e-book saja yang mendapat persetujuan. E-book hanya bisa diakses dan dinikmati oleh civitas akademika saja. Sedangkan penelitian harusnya bisa diakses ke semua orang supaya ada perbaikan dan pengembangan. Kalau tidak begitu, maka secara keilmuan tidak berkembang. Padahal itu juga bisa dibuat untuk penaikan rating Universitas,” ungkapnya.

Adapaun terkait ketakutan plagiarisme, bagi Bondhan itu bukan alasan untuk tidak merealisasikan program repository. Ia berpandangan hal tersebut bisa diatasi dengan membuat strategi seperti memasang logo kampus atau memprogram teks agar tidak dicopy-paste. Ia menegaskan langkah tersebut harus segera dikembangkan agar UTM tidak makin tertinggal. Ia juga berharap, Ketika memang ada penambahan sistem, maka seharusnya e-book dan repository dapat berjalan beriringan.

”Ketika berbicara digital. Bisa dilihat bahwa e-book dan repository sama-sama digital dan menggunakan sistem. Namun sayang, pihak universitas tidak mengkaji lebih dalam terkait mana yang lebih penting, e-book atau repository,” pungkasnya. (Ben/Raj)