Mahasiswa Keluhkan Kebijakan Palang Pintu Otomatis

Mahasiswa Keluhkan Kebijakan Palang Pintu Otomatis

LPM Spirit - Mahasiswa
Rabu, 12 September 2018

Antrean kendaraan di pintu keluar gerbang Universitas Trunojoyo Madura. Foto: Birar

WKUTM-Palang pintu otomatis yang menggunakan kertas barcode scanner mulai diterapkan di Universitas Trunojoyo Madura (UTM). Sayangnya, kebijakan ini banyak dikeluhkan oleh mahasiswa karena mengakibatkan kemacetan panjang pada Rabu (12/9).

Siti Ajeng Diah Mentari salah satunya, mahasiswa Fakultas Hukum itu mengeluh, setiap keputusan memang akan memberikan sisi yang baik maupun buruk. Meskipun dirasa baik karena dapat mengurangi STNK hilang dikalangan mahasiswa, namun kebijakan palang pintu otomatis ini masih dirasa tidak efektif karena menyebabkan kemacetan yang panjang.

Masalah ini juga dikeluhkan oleh mahasiswi Sastra Inggris, Adellia Ossy. Dengan diubahnya pengecekan STNK dengan kertas barcode scanner dirasa masih banyak menyisakan masalah baru seperti barcode scanner  yang tak terbaca dan menimbulkan kemacetan panjang.

‘‘Hal ini tidak menutup kemungkinan terjadinya kehilangan kertas resi di kalangan mahasiswa. Belum lagi ketika kertas menjadi teremas yang kemudian menyebabkan tak terbacanya barcode di kertas resi’’ Ujarnya.

Terkait banyaknya keluhan itu, Amrin Rozali selaku staff Unit Layanan Pengadaan (ULP) beralasan kalau hal ini terjadi lantaran masih dalam tahap percobaan. Meskipun, ada indikasi  kebijakan terhadap sistem palang pintu otomatis akan diberlakukan untuk seterusnya.

Ia juga mengatakan, sebenarnya kebijakan tentang palang pintu otomatis telah sesuai pertimbangan. Perihal hilir mudik mahasiswa yang mengakibatkan kemacetan, terutama pada pagi hari maupun sore hari ketika jam pulang kerja maupun kuliah masih terus dalam pembahasan.

‘’Perihal mengatasi permasalah tentang (kemacetan) ini. Segalanya masih dirembuk.’’ Ujarnya.

Sedangkan menurut Isyanto, selaku Satuan Pengaman (Satpam) berujar bahwa keluhan mahasiswa sangatlah wajar. Akan tetapi, hal itu tidak bisa ditinjak lanjuti karena itu merupakan keputusan pimpinan pihak kampus.

 ‘’Masalah efektif atau tidaknya, saya rasa efektif. Karena kita hanya melaksanakan tugas saja’’ ujarnya.

Perihal masalah palang pintu otomatis, banyak mahasiswa yang tidak menyetujui diberlakukannya kebijakan tersebut. Salah satunya adalah Firda Meilianita, Mahasiswi FISIB yang berujar bahwa palang pintu otomatis membuatnya telat kuliah ketika pagi hari harus mengantri panjang terlebih dahulu.

‘’Saya rasa dengan adanya palang pintu otomatis, malah menjadi tidak efektif meskipun menjadi lebih tertib.  Saya berharap, jika ada pembaharuan alangkah lebih baik dipertimbangkan lagi dengan melihat kondisi yang ada," pungkasnya. (Ben/Raj)