Panitia Bantah Adanya Campur Tangan Pihak Organisasi Eksternal dalam PKKMB

Panitia Bantah Adanya Campur Tangan Pihak Organisasi Eksternal dalam PKKMB

LPM Spirit - Mahasiswa
Jumat, 17 Agustus 2018

Para petinggi rektorium, panitia PKKMB UTM, dan peserta PKKMB saat upacara pembukaan PKKMB UTM 2018 (17/8).  Foto: Dzilul


Merebaknya isu terkait keterlibatan organisasi ekstra luar kampus di  Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) UTM menjadi perbincangan hangat di kalangan mahasiswa. Mereka menduga adanya keterlibatan pihak organisasi eksternal PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia). Hal ini lantaran banyaknya hal yang dinilai menjadi kampanye terselubung salah satunya secara terang-terangan menggunakan logo PMII, maupun mengujarkan jargon PMII ke mahasiswa baru (maba) yakni Salam Pergerakan. Seperti yang sempat terekam dalam video tim Warta Kampus, ada salah satu kelompok yang menjawab salam pergerakan dari Layanan Operasionalnya (LO).

Meskipun demikian, Badrus Sholeh selaku wakil presiden mahasiswa mengelak bahwa tidak tahu perihal pencatutan logo sakera di banner PMII.

”Bukan saya ataupun pihak BEM yang membuat banner tersebut, melainkan pihak cabang. Jadi saya tidak tahu asal usul adanya logo tersebut karena memang tidak ada izin ke pihak BEM,” ujar mahasiswa Teknologi Industri Pertanian tersebut.

Selain perihal banner ada juga jargon-jargon. Sebagaimana yang diakui Bayu Brawijaya, mahasiswa program studi (prodi) Agroteknologi, membenarkan adanya jargon-jargon yang dipekikkan salah satu panitia saat kegiatan PKKMB. ”Memang ada bermacam-macam salamnya. Salah satunya salam pergerakan. Pernah dilontarkan waktu ospek kemudian dijawab oleh adik-adiknya salam pergerakan juga,” ungkapnya.

Hal ini sangat disayangkan oleh Khairun Nasihin, komandan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Korps Sukarela Palang Merah Indonesia (KSR PMI) yang merasa terganggu dengan adanya organisasi-organisasi luar yang merambat bukan pada ranahnya. Dirinya merasa bahwa pihak kampus mulai memprioritaskan pihak luar daripada organisasi di dalam kampus itu sendiri.

”Saya terganggu oleh organisasi ilegal kampus karena berimbas pada organisasi-organisasi di sini. Kalau memang mau, seharusnya pihak-pihak atasan lebih menggali potensi yang dimiliki oleh organisasi dalam kampus terlebih dahulu. Jangan malah menonjolkan pihak-pihak eksternal kampus,” ujarnya.

Anas menduga bahwa sebelumnya hal ini telah direncanakan sedemikian rupa. Sehingga ia menegaskan begitu kecewa terhadap pihak-pihak yang terkait.

”Saya rasa, atasan-atasan di sini itu ada otaknya di luar kampus. Di sini hanya motornya saja, tapi sang kemudi ada di luar kampus,” keluhnya.

Akan tetapi, Ahmad Yahya selaku Ketua Panitia PKKMB mengungkapkan bahwa pihak kampus memperbolehkan mahasiswa mengikuti organisasi ekstra. Namun di sisi lain, kegiatan ekstra tetap tidak diperbolehkan masuk di dalam ruang lingkup kampus. Ia juga membantah adanya campur tangan pihak organisasi ekstra terkait acara PKKMB ini.


”Ketika peraturan pusat sudah seperti itu, maka pihak kampus juga mengikutinya. Di acara PKKMB ini, kita tidak bicara tentang organisasi eksternal, tetapi atas nama BEM. Tidak masalah jika mengikuti organisasi lain yang penting tidak menyalahi aturan kampus. Sebaiknya, mahasiswa bisa menempatkan diri. Karena saya sendiri tidak memungkiri banyaknya mahasiswa yang mengikuti organisasi ekstra,’’ dalihnya.

Padahal jika merujuk keputusan Direktur Jenderal Pendidkan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, nomor: 26/dikti/kep/2002 tentang pelarangan organisasi ekstra kampus atau partai politik dalam lingkungan kampus, keputusan tersebut menerangkan bahwa untuk menjaga suasana kampus agar kondusif dan jauh dari benturan kepentingan-kepentingan politik, maka perlu melarang organisasi ekstra kampus atau partai politik membuka sekretariat dan perwakilannya di dalam kampus. Hal ini berarti kampus bebas dari campur tangan organisasi eksternal.



Sementara itu Budi Moestiko selaku Wakil Rektor III bidang kemahasiswaan belum memberikan penjelasan mengenai kasus ini karena sulit ditemui.


Di lain sisi, Selvi maba Pendidikan Informatika, merasa dipusingkan oleh banyaknya organisasi-organisasi tanpa tahu lebih mendalam.


”Saya merasa terganggu sebagai maba. Karena kita juga belum tahu kondisinya (organisasi maupun kampus). Lebih baik kita cari yang lebih pasti dari naungan kampus itu sendiri,’’ Ujar mahasiswa asal Surabaya tersebut.


Hal ini juga diungkapkan oleh Khairur Roziqi, maba Teknik Informatika yang merasa tidak nyaman  akibat terlalu banyaknya organisasi. ”Biasanya kita akan dibagi brosur ketika pulang oleh organisasi ekstra. Saya tidak pernah mengambilnya, karena organisasi luar itu tidak penting. Lebih baik yang didalam (organisasi intra),’’ ungkapnya.


Dari pihak UKM juga berharap adanya organisasi ekstra tidak mengganggu stabilitas organisasi kemahasiswaan.


”Saya berharap acara dilingkup kemahasiswaan tidak membawa atas nama organisasi-organisasi ekstra yang bersangkutan. Ketika memang acaranya dilakukan oleh kampus, tidak boleh ada campur aduk antara kampus dengan organisasi-organisasi ekstra,” ujar Ketua Organisasi Lembaga Dakwah Islam (LDK) Sofyanut Tauri. (Cha/Wuk)