WKUTM – segenap civitas akademika Universitas Trunojoyo Madura (UTM) mengikuti
upacara Hari Kebangkitan Nasional ke-10 pada (21/05) yang diselenggarakan di
depan gedung Graha Utama. Upacara yang di mulai pukul 08.00 ini dipimpin
langsung oleh rektor UTM, Muhammad Syarif.
Pengibaran bendera merah putih
dengan menyayikan lagu Indonesia Raya sebagai tanda dimulainya upacara dan lagu Satu Nusa Satu Bangsa, serta Bagimu Negeri oleh Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) Paduan Suara Golden sebagai tanda berakhirnya upacara.
Pada kesempatan kali ini, Rektor UTM membacakan naskah
pidato dari Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Pidato yang berisikan tentang
sejarah serta bukti dari
semangat dan komitmen. Pihaknya juga
menyampaikan tentang semangat nasionalisme yang menjadi obor kemerdekaan.
"Bersatu, adalah kata kunci
ketika ingin menggapai cita-cita yang sangat mulia. Namun pada saat yang sama
tantangan yang maha kuat menghadang di depan. Boedi Oetomo memberi contoh
bagaimana dengan berkumpul dan berorganisasi tanpa melihat asal-muasal
promordial akhirnya bisa mendorong tumbuhnya semangat nasionalisme yang menjadi
bahan bakar utama kemerdekaan,"
Jelasnya.
Pihaknya juga menambahkan dengan menghimbau agar memaknai upacara
kali ini sesuai porsi dan peran masing-masing, terutama generasi muda yang menanggung beban kejayaan di masa
mendatang.
"Mari maknai peringatan
tahun ini di lingkungan kita masing-masing, sesuai lingkup tugas kita
masing-masing, untuk semaksimal mungkin memfasilitasi peningkatan kapasitas
sumber daya manusia, terutama generasi muda, yang akan membawa kepada kejayaan
bangsa di tahun-tahun mendatang." Tambahnya.
Acara berjalan dengan baik, hanya
ada beberapa kendala ringan yakni edaran untuk mengikuti upacara dan memakai
atribut yang dinilai terlalu mendadak dan anjuran memakai atribut yang
ditentukan. Seperti kata salah satu Pustakawan UTM, Lilik Soeprihatin, pihaknya
menilai memang edaran terlalu mendadak.
"Upacara hari ini memang
banyak peserta yang tidak menggunakan Korpri untuk mengikuti berjalannya
upacara. Pemberitahuannya juga saya rasa mendadak. Diantara H-3 atau H-2," ungkapnya.
Kejadian ini sedikit disesalkan oleh Protokoler upacara, Setya, karena himbauan untuk
para pegawai menggunakan seragam korpri lengkap.
"Semua peserta sudah
dihimbau untuk menggunakan Korpri karena dari Dikti sendiri menganjurkan hal
tersebut. Namun,masih ada beberapa yang tidak menggunakan Korpri. Setidaknya
kami telah memberitau perihal ketentuan tersebut. Jika dirasa masih ada yang
tidak menggunakan saya rasa mereka akan malu. Atau paling tidak jiwa
nasionalisme-nya perlu ditanyakan kembali,” tegasnya.
Menurut mahasiswa Pendidikan
Informatika tersebut, meskipun upacara dilakukan di bulan puasa ia berharap
agar tetap berjalan kedepannya, dan agar lebih tepat waktu.
"Saya ingin kedepannya para
peserta disiplin waktu. Karena saya melihat bahwa acara ini banyak mengulur
waktu sehingga tidak berjalan sebagaimana waktu seharusnya,” pungkas anggota Resimen Mahasiswa Sakera. (Yah/Tim)