Miftah saat mengutarakan tuntutannaya ketika aksi berlangsung. Foto : Time |
WKUTM – Kesatuan
Intern Aksi Mahasiswa Trunojoyo Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (Kiamat-FISIB)
Universitas Trunojoyo Madura (UTM) menggelar mimbar bebas dan pengibaran
bendera setengah tiang. Aksi tersebut terjadi pada sore tadi (18/10) di depan
Gedung Ruang Belajar Bersama – E (RKB-E) sebagai aksi lanjutan dari aksi yang
dilancarkan sehari sebelumnya.
Aksi ini dilakukan
sebagai bentuk kekecewaan mahasiswa FISIB atas peraturan rektor yang tidak
melibatkan mahasiswa dalam pemilihan dekan secara langsung. Dalam aksi
tersebut, para ativis FISIB ini mengibarkan bendera setengah tiang dan
almamater UTM pada malam harinya (17/10). Namun sehari setelahnya, almamater
yang digantung sebagai simbol kekecewaan tersebut hilang.
Kekecewaan
mahasiswa semakin menjadi-jadi setelah debat kandidat calon dekan yang awalnya dijanjikan
untuk digelar secara terbuka namun hanya dilaksanakan dengan cara tertutup. Miftahul
Ahyar selaku kordinator lapangan mengungkapkan bahwa tujuan utama aksi ini adalah
bentuk apresiasi mahasiswa atas debat calon dekan yang tidak jadi dilaksanakan
secara terbuka. Malah sebelumnya Miftah dan kawan-kawan mengaku sempat
dibingungkan dengan tindakan para panitia yang sengaja melempar-lemparkan
jawaban saat dirinya meminta kepastian.
“Nah, tujuan utamanya ini biar mereka,
para kandidat menunjukkan visi misinya. Biar para civitas FISIB ini tahu bakal
calon bapak mereka itu siapa, eh malah
tidak jadi melakukan debat terbuka. Waktu kami klarifikasi, pertanyaan kami
malah dilempar-lemparkan dari rektorat ke panitia ke kandidat,” ungkapnya
ketika dijumpai seusai aksi berlangsung.
Sementara itu,
Imam Sofyan selaku dosen FISIB yang juga sebagai panitia pemilihan dekan mengherankan
aksi mahasiswa ini. Menurutnya, aksi tersebut percuma adanya. Karena meski
bagaimanapun hasil akhir pemilihan dekan tidak ada kaitanya dengan debat
terbuka yang tidak jadi dilaksanakan. Seperti halnya peraturan rektor, hasil
akhir pemilihan dekan ada dibawah tangan senat.
“Saya itu heran
dengan mahasiswa-mahasiswa. Keputusan siapa nanti yang menjadi dekan itu kan bukan dari seluruh civitas FISIB ini,
melainkan ditentukan oleh senat,” ujarnya ketika ditemui di ruang dosen Ilmu
Komunikasi.
Mengenai hilangnya
almamater, Imam justru tidak tahu-menahu atas kerjadian yang telah menyulut ramainya
aksi Kiamat-FISIB ini. “Kalau tentang hilangnya almamater itu saya malah belum
mendengar apa-apa terkait hal tersebut,” tambahnya. (rdz/dam)