Dresscode yang dipakai maba pada hari kedua PKKMB. Foto : Dico |
Fathor AS, yang juga salah satu dosen Fakultas Ekonomi memberi penjelasan
terkait Dresscode yang telah di
tentukan oleh panitia. Seperti baju hitam putih beserta songkok, baju batik
lengkap dengan udeng. Alasan pemakaian udeng sebagai dresscode adalah untuk memperkenalkan udeng Madura sebagai budaya yang perlu
dilestarikan.
Sedangkan, penggunaan songkok saat orientasi bahkan upacara
pembukaan lebih dikarenakan anggapan bahwa Madura memiliki masyarakat yang
islami. “Karena kita di Madura yang sangat islami ini, maka kita coba reduksi, gimana kalo waktu upacara itu tidak hanya paskibrakanya yang pakai songkok, tidak
hanya rektornya yang pakai songkok, mahasiswa baru yang diikutkan dalam upacara
pembukaan juga pakai songkok. Itu dapat apresiasi dari beberapa pihak. Mungkin jadi
satu-satunya perguruan tinggi negeri yang mabanya pakai songkok,” terangnya.
Taufik Hidayat selaku wakil pelaksana
PKKMB juga
membenarkan penggunaan songkok. Dirinya juga mengaku bahwa kewajiban penggunaan
songkok ini telah mendapatkan ijin dari Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Unit Kerohanian
Keagamaan Kristen (UK3). “Hari Jumat saya tanyakan pada Ketua UK3, supaya menjelaskan
kepada anggotanya mengenai hal ini,”. Wakil presiden mahasiswa ini menambahkan bahwa pemakaiaaan
songkok sedikit terinspirasi dari Presiden pertama Indonesia, Soekarno.
Berbeda dengan Fathor dan
Taufik, salah
satu mahasiswa Program Studi Pendidikan IPA mengatakan bahwa penggunaan
songkok pada saat upacara pembukaan dan PKKMB terkesan kurang menghargai agama
lain. “Menurut saya pribadi sih itu
kurang menghargai lah, kayak kurang ada toleransi antar umat beragama. Kenapa nggak disamain aja gitu pakai apa, biar nggak terkesan rasis. Lagipula UTM kan universitas negeri, masa iya
jadi kayak IAIN,” ujar Yuseva Tri Akwatin sedikit terkekeh. (nun/dam)