Spirit
Mahasiswa News – Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM)
Universita Trunojoyo Madura (UTM) hari ini, Minggu, (16/11/14) telah
mengadakan workshop kepemimpinan
dengan tema ”Menciptakan Organisasi Kemahasiswaan Yang Ideal”. Acara ini dibuat
dengan tujuan untuk
menciptakan organisasi kemahasiswaan yang baik, bukan hanya mementingkan
pribadi dan bendera (organ ekstra,
red.), tetapi juga kepentingan seluruh mahasiswa UTM.
”Kami berharap
dengan adanya acara ini, teman-teman organisasi akan mengerti bagaimana
organisasi yang baik itu, karena selama ini mereka tidak mementingkan
kebersamaan melainkan hanya mementingkan benderanya saja,” tutur Marhadi, selaku
ketua pelaksana acara.
Senada dengan Marhadi, Fathor AS, selaku salah satu
pemateri bahkan
mengatakan bahwa cara untuk mensukseskan kongres dan muswa adalah dengan menanggalkan
bendera masing-masing. ”Salah satu cara agar muswa dan kongres nanti dapat berhasil adalah bendera yang ada di luar harus dititipkan di pintu gerbang,” tegas Fathos AS.
Acara ini juga
dihadiri oleh Moh. Syarief selaku Pembantu Rektor 3, sekaligus rektor terpilih yang akan memimpin UTM lima tahun kedepan. Dalam
sambutannya, Moh. Syarif mengatakan bahwa pihak
rektorium tidak akan menginterfensi
seluruh kegiatan mahasiswa, tetapi jika ada kesalahan maka akan langsung
di arahkan.
Syarief, begitu nama panggilannya, juga menyinggung masalah muswa 2013 yang berjalan dengan tidak kondusif. ”Kami tidak ingin menginterfensi, tetapi jika ada perbuatan yang tidak tepat, akan kami arahkan. Saya juga berharap apa yang terjadi pada
kongres tahun lalu tidak
terulang lagi di tahun ini. Jadi tolong ayo bersama-sama kita buat suasana muswa dan kongres yang
kondusif,” kelakarnya.
Dalam acara ini, Agung Ali Fahmi selaku salah satu
pemateri, mengharapkan agar pada muswa nanti, AD/ART kemahasiswaan dapat di ubah. Agung Ali Fahmi beranggapan bahwa
AD/ART mahasiswa saat ini tidak relevan dan tidak realistis.
”Demokrasi yang terlahir dari AD/ART kalian (mahasiswa UTM, red.) adalah demokrasi omong kosong. Mau tidak
mau, AD/ART harus dirubah. Karena apa? AD/ART kalian saat ini seperti
kura-kura, jalannya lamban dan ditambah lagi beban berat yang harus dibawanya.
Hal ini terjadi di saat AD/ART di kampus lain sudah seperti pesawat jet. Mana mungkin kita mampu memutuskan lebih dari
12.000 pendapat dari mahasiswa UTM,” aku Agung
Ali Fahmi.
AD/ART mahasiswa UTM yang ada saat ini memang sangat menjunjung
tinggi nilai demokrasi, tetapi masih belum matang dalam perumusannya. Di sana disebutkan bahwa setiap mahasiswa berhak
memiliki pendapat di dalam muswa dan kongres, sehingga setiap keputusan yang dibuat harus
melalui kesepakatan seluruh atau sebagian besar suara yang ada.
Agung Ali Fahmi juga menerangkan bahwa AD/ART mahasiswa
saat ini hampir sama dengan AD/ART tahun 2010. ”AD/ART yang ada saat ini hampir sama dengan AD/ART yang disahkan Tahun 2010,
padahal kongres yang seharusnya bisa digunakan untuk mengubah AD/ART tersebut
dilakukan dua tahun
sekali. AD/ART yang berlaku tahun 2010 adalah AD/ART yang dibuat tahun 2008.
AD/ART ini cocok digunakan pada tahun 2008 karena mahasiswanya yang hadir di
muswa hanya 400 orang. Nah, kalau sekarang sudah tidak relevan lagi karena sudah banyak sekali perubahan yang
terjadi. Mahasiswa adalah agen of change
tapi kok malah telat berubah,” tambah Agung Ali Fahmi.
Iskandar Dzulkarnain yang juga bertindak sebagai pemateri
menyikapi permasalahan di atas dari sudut pandang sosiologi. ”Demokrasi yang ada saat ini hanya
menjadi alat untuk mendapatkan kekuasaan. Demokrasi tidak pernah lepas dari
kapitalisme. Dan sebenarnya demokrasi hanya
seolah-olah menjadi sistem administrasi dan birokrasi baik. Karena pada dasarnya
demokrasi yang diterapkan di negara-negara barat tidak relevan jika diterapkan
di Indonesia,” imbuhnya. (aji/gin)